Selasa, 02 Desember 2008

Partai Politik Terjebak Pragmatisme Sempit

Partai politik sejatinya sebagai tempat melahirkan kader-kader pemimpin berkualitas yang diharapkan dapat menjadi pemimpin bangsa yang baik pada skala lokal maupun nasional, demikian pernyataan Wakil Ketua MPR A.M. Fatwa. Namun pada kenyataannya menurut A.M. Fatwa, partai politik belum mampu memunculkan kader terbaiknya terbukti dalam pemilihan kepala daerah justru yang banyak muncul adalah orang yang bukan dari partai politik dan ironisnya mereka justru ramai-ramai diusung oleh partai politik.
Kenyataan tersebut menurut A.M. Fatwa karena partai politik terjebak pada pragmatisme sempit pada siapa yang bisa memberikan dana yang lebih besar dan konsesi politik itulah yang didukung. Meskipun sesungguhnya partai politik tersebut memiliki kader sendiri yang berkualitas hanya dengan alasan “partai kita butuh duit”, sehingga tidak diusung karena tidak punya uang banyak.
Era Reformasi justru menimbulkan ketumpulan idealisme dalam diri partai politik. “Bahwa partai politik butuh dana banyak adalah benar, namun tidak berarti mengorbankan prinsip moralitas dan idealisme”, ujar A.M. Fatwa. Pilkada DKI Jakarta adalah contoh betapa kepentingan pragmatis partai terlihat nyata dalam tarik menarik dukungan, bahkan sulit menentukan pilihan karena terlilit oleh pragmatisme itu sendiri. Sistem partai dan konsolidasi partai tidak jalan seperti yang diharapkan, putusan dan pilihan hanya ditetapkan segelintir elit politik yang memiliki “kekuasaan”.
Kedepan menurut A.M. Fatwa bangsa kita memerlukan pendewasaan partai politik yang berkiprah secara berkeadaban, bermartabat dan terhormat agar mampu memunculkan pemimpin yang tercerahkan yang membela dan melayani kepentingan rakyat banyak dan tidak terjebak pada pragmatisme sempit menjadikan politik dan partai politik sebagai sarana mencari uang kepentingan kelompoknya sendiri.

Tidak ada komentar: