Selasa, 02 Desember 2008

Mengharap Partai Politik Sejati

Sekira 27 partai politik sudah mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia September lalu. Partai yang sudah mendaftarkan diri itu, rata-rata partai baru, jadi bila ditambah dengan partai lama dan partai baru lainnya yang belum mendaftar jumlahnya akan jadi sangat banyak.
Bila kita perhatikan, jumlah peserta pemilu di Indonesia selalu mengalami perubahan. Pada pemilu pertama 1955, Indonesia menganut sistem multipartai. Kemudian menjadi hanya tiga partai sejak pemilu ketiga. Pada pemilu pertama setelah kejatuhan Presiden Soeharto, jumlah pesertanya melonjak jadi 48. Dan pada pemilu yang lalu, jumlah peserta menciut jadi 24 partai. Jumlah partai politik peserta pemilu memang mengalami pasang surut, namun ternyata banyak ataupun sedikitnya jumlah partai tidak membawa perubahan yang signifikan di tengah-tengah masyarakat.
Letak permasalahannya mungkin bukan pada jumlah partai, tetapi sampai saat ini masih belum ada partai politik sejati yang menjalankan fungsinya dengan baik. Fungsi-fungsi itu di antaranya yaitu: fungsi agregasi (penggumpalan ide atau gagasan yang berkembang di tengah masyarakat), fungsi edukasi (pendidikan politik rakyat), fungsi artikulasi (penyampaian aspirasi rakyat), dan fungsi rekrutmen (Sigmund Neumann, 1981). Fungsi terakhir ini bertujuan untuk representasi (perwakilan) kemudian melahirkan kegiatan legislasi (pembuatan hukum).
Tiga fungsi parpol yang pertama, terutama fungsi edukasi, adalah fungsi yang sangat penting bagi masyarakat. Akan tetapi, justru fungsi tersebut yang selama ini terabaikan. Sampai saat ini partai politik yang ada hanya terfokus pada fungsi yang terakhir saja. Untuk itu, seringkali demi meraup banyak kursi di parlemen, partai politik meraup suara dengan menggunakan figuritas seseorang, kejayaan tokoh masa lampau, artis yang sedang ngetop, bahkan mungkin paranormal, langkah-langkah yang tidak mendidik masyarakat. Bila hal ini terus berlanjut, tidak akan ada perubahan yang signifikan pada negeri ini karena partai politik hanya dijadikan sebagai jalan untuk duduk di parlemen bukan jalan untuk sarana edukasi masyarakat.
Sudah saatnya lahir partai politik yang berani mengedepankan visi misinya bukan figuritas perseorangan, berani mendidik masyarakat sesuai dengan ideologi partai, bahkan berani untuk tidak menjadikan pemilu sebagai satu-satunya jalan untuk perubahan masyarakat. Sudah saatnya partai politik bertujuan menumbuhkan kesadaran politik di tengah-tengah masyarakat. Sebab apabila masyarakat telah cerdas politik, kelak mereka tidak akan terpengaruh oleh janji-janji kosong atau nama besar yang dicatut untuk memenangkan partai.
Dengan adanya kesadaran politik, masyarakat pun akan memahami arti penting diterapkan aturan tertentu untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Masyarakat akan menjadi peka terhadap setiap pelanggaran yang terjadi dan masyarakat akan cepat merespons ketidakadilan yang ada di tengah-tengah mereka. Adakah partai politik sejati dari kedua puluh tujuh partai politik yang telah mendaftarkan diri itu? Kita lihat saja.

Tidak ada komentar: