Selasa, 02 Desember 2008

Deklarasi Pakta Integritas di KPU: Mencegah Korupsi Logistik Pemilu

Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertekad mencegah korupsi dalam pengadaan logistik Pemilu. Tekad ini diwujudkan dalam bentuk Deklarasi penandatanganan Pakta Integritas dalam pengadaan barang dan jasa untuk kebutuhan Pesta Demokrasi pada tahun 2009 mendatang. Langkah ini sekaligus merupakan upaya reformasi sistem pengadaan dalam logistik Pemilu, dimana belanja barang dan jasa di KPU akan dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Kebocoran anggaran Pemilu 2009 sangat mungkin terjadi. Apalagi dalam Pemilu kali ini, KPU akan mengelola dana yang cukup besar. Total pagu anggaran dana Pemilu sebesar Rp 6,667 triliun, setengahnya lebih mungkin akan digunakan untuk pengadaan logistik Pemilu. Untuk pengadaan sebanyak 900 juta lembar surat suara saja anggarannya mencapai Rp. 1 triliun lebih. Besarnya anggaran Pemilu yang dikelola KPU ini tentu sangat rawan terhadap tindak korupsi jika proses tender pengadaan logistik Pemilu itu dilakukan secara serampangan, tanpa pengawasan dari pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil.

Sebenarnya masalah pengadaan untuk kepentingan proyek pemerintah telah diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 dan revisinya. Meski masih moderat, aturan ini cukup realistis untuk diterapkan serta bisa menghindari kebocoran anggaran. Masalahnya proses tender yang efektif dapat mencegah praktek KKN tidak diatur secara detail. Selama ini, tanda tangan Pakta Integritas bagi penyedia barang dan jasa yang disyaratkan terkesan sekedar formalitas semata sehingga dalam prakteknya masih saja terjadi penyimpangan. Hampir dalam setiap tahap proses tender pengadaan masih terdapat titik rawan terjadinya korupsi.

Potensi terjadinya korupsi dan penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa di KPU masih sangat besar. Hal itu sangat mungkin terjadi jika lembaga penyelenggara pemilu ini tidak melakukan reformasi dalam sistem pengadaannya. Waktu pelaksanaan pemilu yang mepet dan banyaknya kepentingan di dalam proses pengadaan itu, membuat tender logistik pemilu kemungkinan dilakukan serampangan, dengan tidak mengindahkan ketentuan dan peraturan yang sudah ada.

Belajar dari kasus korupsi Pemilu 2004, semestinya tidak bisa semata-mata menjadikan kondisi darurat sebagai alasan penunjukan langsung ataupun membengkaknnya anggaran pemilu. Sebab korupsi yang terjadi dalam Pemilu sebelumnya disebabkan kesalahan komisi ini dalam menjalankan mekanisme tender. Secara konseptual, idealnya kasus semacam itu tidak perlu terjadi jika mekanismenya dijalankan menurut aturan yang ada dan konsisten.

Bagaimanapun, kegiatan pengadaan merupakan factor kunci kesuksesan manajemen logistik KPU, karena akan mempengaruhi semua tahapan Pemilu yang mengikutinya. Terdapat beberapa kegiatan kritis dalam proses logistik yaitu pengadaan, penyimpanan, penanganan material, dan distribusi. Kegiatan pengadaan merupakan kegiatan awal yang esensial, yang bertanggung jawab memperoleh material dan jasa dengan memenuhi kriteria: kuantitas dan kualitas, sesuai spesifikasi, dikirim tepat waktu, dan efisiensi penggunaan biaya.

Sejauh ini, KPU sudah mencoba mengatasi kemungkinan terburuk proses pengadaan melalui e-procurement atau proses pengadaan secara on line via internet yang membuka informasi lelang, dan persyaratannya. Tapi dalam kenyatannya, itu belumlah cukup untuk membentengi terjadinya berbagai kebocoran dalam proses pengadaan. Apalagi persentase pengguna akses internet di Indonesia masih sangat kecil. Prinsip pengadaan yang terbebas dari korupsi, menurut Jeremy Pope (2003) harus mencakup beberapa hal, yakni harus hemat, adil dan tidak memihak, transparans, efisien dan pentingnya pertang-gunggugatan.

Untuk itu, dibutuhkan komitmen kuat dari semua pihak demi menghindari KKN dalam pengadaan logistik pemilu melalui kesepakatan yang dinamakan Pakta Integritas-- sebuah alat pencegahan korupsi yang diperkenalkan oleh Transparency International. Filosofi dasarnya adalah membuat transaksi bisnis di antara kontraktor menjadi lebih fair, dan dapat mengurangi kebocoran. Pakta Integritas disini harus memenuhi sembilan prinsip yang melandasi kesepakatan itu. Selain komitmen pemerintah dan pengusaha, prinsip lainnya yang utama adalah terbukanya akses informasi publik dan dibentuknya Lembaga Pemantau Independen.

Dengan Deklarasi penerapan Pakta Integritas ini, TI Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendukung penuh upaya KPU untuk menerapkan Pakta Integritas untuk mencegah terjadinya korupsi dalam tender logistik Pemilu.
2. Mengajak pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan pengadaan logistk Pemilu, yakni para pengusaha atau suplier untuk menyesuaikan dengan ketentuan Pakta Integritas dan Keppres 80 / 2003. Serta tidak membuka peluang dan atau memaksa dibukanya untuk terjadinya KKN dengan para pihak yang terkait dengan proses pengadaan.
3. Mengajak organisasi masyarakat sipil untuk turut serta mengawasi proses pengadaan logistik Pemilu secara jujur, bertanggungjawab dan mengedepankan akurasi data informasi.



Jakarta, 21 Oktober 2008
Transparency International Indonesia
MENGETAHUI



Rizal Malik Todung Mulya Lubis
Sekretaris Jenderal Ketua Dewan Pengurus

Tidak ada komentar: